Provinsi Jawa Barat (Jabar) terus berusaha untuk genjot penurunan stuning. Meski dari tahun ke tahun, prevalensi stuning di Jabar terus alami penurunan, namun masih berada di angkat 20,2 persen.
Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil mengatakan dibutuhkan aksi nyata untuk mengejar target penurunan stuning di Jabar ke angka 14 persen pada 2024.
Selain stunting, persoalan lain yang juga membutuhkan perhatian adalah obesitas dan diabetes anak.
Hal ini disampaikan orang nomor satu di Jabar itu dalam sambutannya yang disampaikan oleh Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, drg. Juanita Paticia Fatima, MKM pada acara Webinar Nasional ‘Bidan Sebagai Garda Terdepan Dalam Mewujudkan Masyarakat Dan Mengawal Generasi Emas 2045’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), pada Rabu (26/07/2023).
Menurut kang Emil, harus ada penguatan peran dari masyarakat mendapatkan informasi yang baik terkait gizi dan kebiasan yang silit diubah misalnya pemberiaan susuk kental manis sebagai susu anak.
Lebih lanjut, Ridwan berharap bidan dapat mengambil peran strategis dalam perbaikan gizi anak.
"Obesitas dan diabetes dan penyakit lainnya adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama. Karena itu bidan diharapkan dapat memberikan pendampingan dan informasi gizi seperti edukasi tentang penggunaan kental manis yang tidak tepat di masyarakat." kata kang Emil.
Penggunaan konsumsi kental manis sebagai minuman susu pada anak dan balita pada akhir-akhir ini jadi hal jamak dilakukan.
Padahal BPOM telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kental manis sebagai minuman susu anak, namun hingga saat ini masih banyak temuan konsumsi kental manis sebagai pengganti susu bahkan sebagai pengganti ASI pada bayi.
Baca Juga:6 Fakta Viral Oknum Dokter Aniaya Balita Gegara Catur: Pelaku Pensiunan ASN dan Petinggi RS
Alasannya beragam, sebagian karena tidak tahu, ada yang tahu tapi karena sudah terbiasa serta karena merasa pernah melihat kental manis diiklankan sebagai minuman susu.
Karenanya, Ketua IBI Provinsi Jabar, Eva Riantini mengatakan pentingnya sosialisasi dan edukasi penggunaan kental manis menjadi tanggung jawab banyak pihak, termasuk bidan sebagai tenaga kesehatan yang dekat dengan masyarakat.
“Masyarakat perlu mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu. Seluruh stakeholders dan pihak-pihak terkait perlu meyakinkan masyarakat bahwa hal tersebut tidak baik untuk anak-anak, terlebih untuk jangka panjang, generasi masa depan.” ujar Eva seperti dikutip, Minggu (30/7).
Kepala Tim Kerja Kesehatan Maternal, Neonatal dan Penurunan AKI AKB Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Laila Mahmudah, MPH., juga mengingatkan peran strategis bidan.
Peran startegis ini bisa dilakukan berupa pembinaan Posyandu dan penguatan kapasitas kader, menginisiasi hadirnya kelompok-kelompok penggerak kesehatan di masyarakat, kelas-kelas edukasi untuk remaja, ibu hamil dan balita.
“Bidan juga mempunyai peran dalam membantu masyarakat mengenali masalah gizi dan kesehatan di wilayahnya, serta menentukan prioritas intervensi gizi dan kesehatan, mendampingi masyarakat untuk mengenali potensi pendukung gizi dan kesehatan di wilayahnya, sehingga tercipta inovasi daerah yang memanfaatkan kearifan lokal,” terang Laila.
Laila menjelaskan, penyuka makanan minuman manis khususnya kental manis itu cenderung dapat terkena diabetes. Risiko dari konsumsi susu kental manis terhadap diabetes yaitu terlihat dari tingginya kadar gula pada pada diabetes.
“Apalagi bila ditambah dengan mengkonsumsi makanan lain yang kurang baik kemudian pola hidup anak yang sekarang kita tahu ya anak lebih sering bermain gadget kemudian yang kurang aktivitas fisik itu biasanya menambah risiko terjadinya diabetes pada anak.” ungkapnya.